Saya kepengen posting tentang sogok menyogok pada saat penerimaan murid baru di sekolah, tapi kok susah banget ya, nuangin dalam tulisan. Ide sih sudah lama bersemayam dalam ubun-ubun kepala ini, tapi menuliskannya itu lho, kok susaaaah ya...
Saya memang tidak punya bukti otentik akan adanya sogok menyogok dalam penerimaan murid baru di setiap sekolah, tapi berita yang berseliweran di telinga saya, bikin saya mengelus dada, kesel, jengkel, pengen marah, tapi marah kesiapa? Masa mau masuk SD Negeri saja, ada saja orang tua yang mau menyogok, dan ada saja guru yang mau disogok. Bingung saya?! Itu baru SD Negeri, belum SMPN nya, apalagi SMAN nya. Terus nanti generasi muda kita, mau seperti apa? Katanya kurikulum tahun 2013 ini, (walaupun sekarang ini ada sekolah yang menggunakan kurtilas, ada juga yang menggunakan kurikulum lama), menekankan pada Pendidikan Berkarakter. Kalau belum apa-apa sudah ada orang yang menyogok, dan ada orang yang menerima sogokan di bidang pendidikan, bagaimana Kurikulum Pendidikan Berkarakter bisa dijalankan? Lalu bagaimana bisa membentuk anak-anak yang memiliki Pendidikan Berkarakter, kalau orang tua dan gurunya saja sudah tidak memiliki Pendidikan Berkarakter tersebut. Sekali lagi saya, BINGUNG?! Lalu apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Pendidikan Berkarakter itu? Apakah jika anak yang di dalam kelasnya selalu 'pecicilan', aktif, tidak mau diam, iseng ke teman-temannya, senang bercanda, seperti Farras anak saya bisa dikatakan tidak memiliki Pendidikan Berkarakter itu? Lalu bagaimana dengan anak yang di kelasnya suka menyontek, orangtuanya memiliki soal yang akan keluar ketika ulangan, dan pura-pura mau ke toilet untuk menelpon orangtuanya, bertanya soal yang tidak bisa dijawab, tapi cenderung tidak 'pecicilan' alias diam di dalam kelas? Yang seperti apakah yang bisa disebut memiliki Pendidikan Berkarakter?
Dulu, waktu saya sekolah, untuk menentukan masuk SMP atau SMA itu berdasarkan NEM dan harus memilih 2 sekolah yang diminati. Jika sekolah pertama tidak diterima, maka dialihkan ke sekolah pilihan kedua. Dan jika pilihan kedua tidak diterima, baru deh, masuk sekolah swasta, dan itu pun guru yang mendaftarkan secara kolektif, orangtua tidak usah ikut pusing. Lain dengan sekarang, orangtua ikut sibuk mendaftarkan anak ke sekolah, ketika anak tidak diterima di sekolah yang diinginkan, kasak kusuk lewat jalan belakang, lalu terjadilah transaksi sogok menyogok tersebut. Oknum guru menarifkan harga masuk sekolah. Uang jutaan pun keluar untuk masuk sekolah negeri. MasyaAllah.
Di SMAN saya dulu, saya masuk gak pake duit, eh... sekarang katanya ada tarif sampai 9 juta segala... ckckck... (ada cecek lewat). Kalau minimal NEM tidak masuk, ya tidak akan diterima. Begitu NEM sudah memenuhi standar sekolah itu, maka tidak banyak cincong, ya... sudah diterima. Lha... sekarang, kok ada tarif-tarif segala. Haduh.. bingung saya!!!
Memang tidak semua orangtua yang memakai cara-cara kotor tersebut ya... saya hanya ingin menggambarkan kondisi yang ada, yang sepatutnya tidak ada di dalam dunia pendidikan kita. Tapi saya percaya, masih ada anak-anak yang masuk sekolah dengan cara benar dan jujur, dan masih ada orangtua yang mengikuti cara yang benar dan jujur. Dan saya percaya, masih ada guru-guru yang cinta akan kebenaran dan kejujuran.
Di sebuah hadis disebutkan, Rasulullah SAW melaknat orang
yang menyuap, yang menerima suap dan yang menjadi perantara.” (H.R. Ahmad dan
Hakim).
Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW pernah mengutus
Abdullah bin Rawahah ke tempat orang Yahudi untuk menetapkan jumlah pajak yang
harus dibayarnya, kemudian mereka menyodorkan sejumlah uang. Maka kata Abdullah
kepada orang-orang Yahudi itu: “Suap yang kamu sodorkan
kepadaku itu adalah haram. Oleh karena itu kami tidak akan menerimanya.” (H.R.
Malik).
Dalil Ijma’ Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam mengatakan, “Suap menyuap termasuk dosa
besar karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap, sedangkan laknat tidaklah
terjadi kecuali pada dosa-dosa besar. ”
Sebagai seorang ibu yang memiliki 2 orang anak, hanya bisa berharap dan menjauhkan diri dari praktek suap menyuap tersebut, semoga dunia pendidikan kita, akan lebih baik lagi, lebih baik lagi, dan lebih baik lagi. Aamiin YRA.
tidak hanya di dunia pendidikan di dunia kerja mungkin juga ga kalah juga teh hihi...
ReplyDeleteKita mulai dari diri sendiri aja ya mbak. Menjaga diri sendiri utk tidak ikut2an melakukannya, yang berarti juga mengajarkan anak-anak bahwa usaha mereka dalam belajar akan menentukan masa depan mereka, atas ijin Allah.
ReplyDeletesemoga kita selalu terhindar dari sogok menyogok ya mbak :)
ReplyDelete@ Topics : kalo di dunia kerja, memang sudah mendarah daging sepertinya, tapi kalo di dunia pendidikan, kenapa mesti dikotori oleh hal2 seperti itu? miris saya :(
ReplyDelete@ Niken : betul mba Niken, jika anak kita masuk sekolah tanpa harus melakukan hal yang kotor, InsyaAllah ilmunya akan berkah.
ReplyDelete@ Yulita : Aamiin. Ya mba Yulita, semoga.
ReplyDeleteSemoga saja sogok menyogok musnah dalam diri saya.
ReplyDelete@ Si kupit : Aamiin. Semoga..
ReplyDeletekalau di perguruan tinggi gimana yo
ReplyDeleteseandainya standar pendidikan kita maupun renumerisasi sudah mapan, tentu tidak akan ada pungli.
ReplyDeleteiyaaa miris jual kursi kaleee bukan lagi di meubeler tapi di sekolahan
ReplyDeleteMungkin itu yang dimaksud berkarakter, berkarakter suap :)
ReplyDeletehalo mbak santi.
ReplyDeletedeuuhhh mbak santi ini rajin blogwalking ternyata ya :)
tentang masalah sogok menyogok, berdasarkan pengamatan saya sih, kalau diterima secara komputerisasi di sekolah negri, sepertinya ga ada uang sogokan, cuma ada semacam uang pendaftaran gitu.
nah yang sogok menyogok ini terjadi apabila ada murid yang nilainya di bawah standar sekolah itu tapi si ortu pengen banget dia disekolah negri itu. baru deh jalan belakang berbicara. dan jumlahnya dimulai dari kata 'juta', bukan ratusan ribu lagi.
sementara saya agak gregetan dengan oknum guru yang kalo pas terima rapor pas ditanya perkembangan anak secara spesifik, jawabannya cuma general aja, semacam template. berarti kan dia ga perhatian karena banyaknya murid.
*bingung mau sedih atau gimana*
Miris ya Mba, kalau masih ada Sekolah yang melayani sogok menyogok seperti itu.
ReplyDeleteAlhamdulillaah saya belum dengar sogok menyogok di Sekolah. Dan semoga tidak ada.
hmmmm ikut ngelus dada y mbak.. yg penting kita gak begitu..
ReplyDelete@ yoga purnama putra: Kalo di perguruan tinggi,saya tidak tahu.Semoga saja tidak ada hal2 yg begitu ya..
ReplyDelete@ Gus Priyono - Shobat Blogger : mungkin pak ya... tapi skrg saja, sudah ada sertifikasi, dimana gaji guru2 sudah tinggi2, tetap saja sepertinya masih kurang. sedih saya...
ReplyDelete@ Topics : hehehe... harusnya ditempelin di sekolah ya,termasuk jual beli meubeuler gitu ya... heuheu...
ReplyDelete@ afanr : semoga jangan ada ya Afanr yg seperti itu..
ReplyDelete@ quinie :Halo juga mba, abis... enak sih.. hehehe..
ReplyDeleteIya mba, sepertinya memang begitu, atau ada ortu yg ingin masukin anaknya ke SDN yg favorit, tapi khawatir gak bisa masuk, akhirnya jadinya nyogok deh... sedih memang :(
@ Idah Ceris : semoga di tempat Idah tidak ada yg seperti itu ya...
ReplyDelete@ hana sugiharti : betul mba Hana,kita mulai dari diri kita sendiri
ReplyDeleteyang penting kitanya jujur tidak menyogok ya mbak
ReplyDeletesogok menyogok sama aja kan ya mbak dengan suap menyuap? mungkin mereka yang sogok menyogok suap menyuap itu dulu selalu disuapin sewaktu makan, jadi ya kebawa sampai dewasa... hmm, ada korelasinya ga ya?? ;)
ReplyDelete@ Lidya : itu yang terpenting mba Lidya...
ReplyDelete@ NitaNinit Kasapink R-Ror : hahaha.... bisa jadi :)
ReplyDeleteJadi dirimu sendiri agar ketika seseorang mencintai, kamu tak perlu takut jika dia akan temukan dirimu bukan orang yang ingin dia cintai. Obat Sipilis Di Apotik Ampuh
ReplyDelete