sumber |
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..
Seperti puisi inilah rasa yang aku punya untukmu, tidak berlebihan bukan? Rasa yang telah lama aku pendam, tapi aku rawat dan aku siram, sehingga telah tumbuh dengan subur yang membuat aku berani untuk memberikannya padamu. Dan aku yakin, kamu pun punya rasa yang sama denganku, benar begitu kan, Ca?
Caca membaca kembali puisi Sapardi Djoko Damono tersebut sekali lagi, puisi yang ada di dalam surat Biyan yang ditujukan untuk Caca. Tak terasa, Caca menitikan air mata. Ada rasa bersalah dan rasa penyesalan yang dalam. Biyan…. Laki-laki yang selama ini selalu ada dalam benak Caca. Biyan, laki-laki yang selalu menemani mimpi-mimpi indah Caca, dan Biyan yang selalu Caca rindukan. Tapi kini, Ah… Caca mendesah berat. Apa yang harus aku lakukan? Caca bimbang, bingung. Tak pernah terpikirkan semuanya akan berakhir seperti ini. Kenapa baru sekarang Biyan? Rintih batin Caca.
Caca kembali menangis, tersedu-sedu. Surat Undangan pernikahannya dengan Doni, laki-laki pilihan orang tuanya, yang akan Caca berikan pada Biyan, hanya sanggup Caca pegang erat-erat, tanpa berani untuk menyampaikannya pada Biyan. Caca takut. Caca tak sanggup menyakiti hati Biyan setelah Caca tahu apa yang sebenarnya Biyan rasakan, perasaan Biyan untuknya.
Caca sekarang mengerti tanda-tanda perhatian Biyan padanya selama ini adalah tanda cinta Biyan pada Caca. Sebenarnya Caca pun mempunyai perasaan yang sama terhadap Biyan. Tapi akhirnya Caca menerima lamaran Doni, karena Caca merasa cintanya pada Biyan hanya bertepuk sebelah tangan. Ternyata Caca salah.
Kenapa baru sekarang kamu ungkapkan perasaanmu padaku Biyan, disaat aku sudah menerima lamaran orang? ratap Caca. Dada Caca bergemuruh menahan rasa yang porak poranda. Gamang dan galau.
Apa yang mesti aku lakukan? beberapa hari lagi, aku akan menikah dengan orang yang tidak benar-benar aku cintai, sementara sekarang, Biyan… laki-laki yang selama ini aku cintai, mengharap cintaku? Caca berbicara pada dirinya sendiri. Sekali lagi, Caca membaca puisi yang ada di dalam surat Biyan, dan sekali lagi Caca menangis, tersedu-sedu.
****
“Ini adalah keputusanku, aku harus sanggup menghadapi ini semua. Aku harus tegar. Aku harus bisa menghadapi Biyan di saat aku menyerahkan undangan pernikahanku ini. Aku tak boleh cengeng. Keputusan yang sudah aku buat dengan menerima lamaran Doni, tidak bisa aku rubah lagi. Aku tak ingin menjadi wanita plin-plan, yang tak punya pendirian. Aku harus berani!” Caca membatin sendiri, menguatkan dan meneguhkan hati dan keputusannya, walaupun sakit.
“Maafkan aku Biyan, suratmu datang terlambat, aku sudah menerima pinangan orang lain, dan ini adalah surat undangan untukmu. Aku harap kau maklum dan mau memaafkan aku.” Caca menyerahkan surat undangan tersebut pada Biyan, sesampainya Caca di rumah Biyan, dan Biyan yang membukakan pintu untuknya.
Biyan hanya mematung, terdiam. Biyan belum menyentuh undangan itu, sementara Caca masih menjulurkan tangannya yang berisi undangan pernikahannya, sambil menunduk. Tak sanggup Caca memandang wajah Biyan yang pastinya kecewa.
“Masuk dan duduklah Ca… “ Biyan pun akhirnya bersuara.
“Aku tak bisa lama, Biyan. Aku masih harus mengirimkan surat undanganku untuk teman-temanku yang lain. Terima kasih. Tapi tolong, terima dulu undangan ini. Aku memang ingin mengundangmu untuk menghadiri pernikahanku, semoga kau sudi datang.”
“Aku tak perlu surat undangan pernikahanmu Ca, karena aku sudah tahu kau akan menikah. Ketika surat cintaku aku kirimkan untukmu, baru aku tahu kalau ternyata kau hendak menikah."
Caca diam, dalam hati Caca bertanya-tanya, memangnya siapa? Memangnya Biyan sudah kenal Doni?
“Kau kenal pada Doni, Biyan?” Tanya Caca akhirnya.
Biyan Diam. Lama. Terdengar tarikan nafas panjang Biyan. Biyan mengangguk.
Hati Caca pun bergemuruh. Kaget.
“Kenal dimana Biyan? Kok aku gak tahu?” Caca penasaran.
Biyan tersenyum kecut. “Dia teman kecilku Ca. Sekian tahun kami tidak saling bertemu dan tidak saling kontak karena dia pindah ke luar negeri, mengikuti orangtuanya. Ayah Doni seorang diplomat, sehingga Doni dan keluarganya harus selalu ikut kemanapun ayahnya pindah. Dan sekarang dia kembali lagi, menjadi tetanggaku lagi seperti saat kecil dulu.” Caca terdiam. Kaget setengah mati. Caca sama sekali tidak tahu. Ingin Caca berteriak, namun tak mampu. Rasanya kepala Caca menjadi pening dan berputar-putar.
****
Hari ini, adalah hari bersejarah untuk Caca. Caca telah melupakan masa lalunya yang pahit. Melupakan cintanya pada Biyan. Hari ini Caca akan membuka lembaran baru dan kehidupan baru sebagai seorang istri. Caca berharap ini adalah keputusan terbaik yang sudah dia pilih. Dan Caca berharap pernikahan ini akan langgeng. Caca akan mencoba untuk bisa mencintai Doni dan hidup bahagia selamanya. Karena Caca tahu, Doni mencintainya dengan setulus hatinya.
Keren mbak, tulisannya :)
ReplyDeletesalam kenal ya
Semoga pernikahan Caca dan Doni langgeng :)
ReplyDeleteSukses GAnya buat mbak Santi :)
Kenapa temanya kehilangan? Kehilangan biasanya menyakitkan ...
ReplyDeleteBtw, moga menang, Mbak :)
Duh ceritanya menyayat-nyayat hati, mbak :')
ReplyDeleteGoodluck GAnya mbak :D
Ceritanya bikin haru. Sukses untuk GAnya, Mbak. :)
ReplyDeleteGoodluck mbaa.. Makin sering nulis fiksi nih ya.
ReplyDeleteDuh ceritanya. duh...pagi2 bikin mellow :D. Semoga menang yaa GAnya
ReplyDeleteAaaah... Aku pun sediiih. Nicely written mba.. Good luck ya :)
ReplyDeleteyg tegar ya ca :)
ReplyDeleteJadi sebenarnya saling suka tapi gak ada yg maju2 ya mbak? owalah kasian huhuhu...
ReplyDeletekasian amat caca :)
ReplyDeleteSemangat ya Ca...! Sukses untuk GAnya mbak..
ReplyDeleteWaduuuuw teman kecilnya si calon suami...bakalan masih bs ketemu tuh ntar *eloooh hehe.
ReplyDeleteSukses GAnya mb Santi :)
good luck GA-nya
ReplyDeleteUntuk yang menikah, selamat berbahagia :D
ReplyDeleteTerimakasih sudah berpartisipasi :)